Oleh: Ismi Subhan Hehamahua
(Fungsional Pelaksana Humas pada Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Sulawesi dan Maluku - KLHK).
Baca juga:
Pledoi Pawang Hujan Mandalika
|
Era Disrupsi Digital telah terjadi saat ini. Eranya AADC namun bukan ‘Ada Apa Dengan Cinta’ tetapi AADC yang dimaksud adalah (Accept, Adapt, Digital, Creative and Coloborativ).
Belumlah usai ‘Pandemi’melanda negara kita ini dengan langkah langkah yang telah dilakukan Pemerintah di masa sekarang. Pada 2020 hingga 2022 kita saling bersinergi menuju rencana pemulihan di segala sektor. Seiring Pandemi juga telah merubah kebiasaan kita dalam bekerja dan beraktivitas.
Teknologi digital saat ini telah menyasar memasuki lompatan yang jauh kedepan terutama pada platform digital seperti pada Metaverse, NFT, Cryptocurrency, Broadband Internet 5G, dll. Saatnya kita sebagai masyarakat Indonesia dituntut agar makin cakap dalam berliterasi digital. Terlebih tahun 2022 ini Bangsa Indonesia didaulat sebagai tuan rumah tentunya patut berbangga dengan jalan mendukung penuh akan suksesnya perhelatan akbar ini. Kalau bukan sekarang kapan lagi, Kalau bukan kita siapa lagi.
Tak Kenal maka Tak Sayang, Menyelusuri Jalan Ramai Presedensi G20 Saat ini Masyarakat Indonesia di segala lapisan dipastikan jamak mendengar kata Presedensi G20 yang ramai dibicarakan. Hal tersebut adalah merupakan sebuah posisi dari suatu Negara, jika menjadi tuan rumah bagi penyelenggaran Forum G20.Menurut laman Kantor Sherpa G20 Indonesia melalui Kedeputian Bidang Koordinasi Kerjasama Ekonomi Internasional, Kemenko Perekonomian RI G20 Group of Twenty atau G20 merupakan sebuah Forum utama kerja sama Multilateral yang beranggotakan negara-negara dengan perekonomian besar di dunia terdiri dari 19 negara dan satu lembaga Uni Eropa. Sejak 1999 silam.Perhelatan G20 telah berkembang menjadi pertemuan tahunan yang melibatkan para Kepala Negara dan Pemerintahan. Dimana hal ini memproyeksikan secara representatif dari 60 persen populasi bumi, 75 persen perdagangan global dan sekitar 80 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Digital e-government suatu keniscayaan dan kepastian sebagai langkah-langkah Transformasi Digital melalui semangat Presedensi G20 Indonesia 2022 ini dengan mengusung tema Recover Together, Recover Stronger atau Pulih Bersama merupakan Tema sentral dalam mengajak semua anggota G20 untuk bekerja sama dalam pendekatan yang kolaboratif dan inklusif.
Ungkap Tiga Prioritas Utama dalam G20Adalah Arsitektur Kesehatan Global, Transformasi Ekonomi berbasis Digital, dan Transisi Energi. Prioritas utama ini dijadikan sebagai Agenda pembahasan baru atau Flagship agenda di Working Group dan Engagement Group (EG) Sherpa Track.
Baca juga:
Kebijakan Pengurangan Sampah Plastik
|
Salah satu poin diatas adalah Transformasi digital, Hal ini merupakan salah satu solusi utama dalam menggerakkan roda perekonomian di kala pagebluk ini, dan diharapkan menjadi sektor pertumbuhan ekonomi baru.
Untuk itu, Presidensi G20 yang direncanakan puncaknya melalui KTT Bali pada Tanggal 15-16 November 2022 ini mempunyai Strategi poin kepada peningkatan Kemampuan digital (digital skills) dan Literasi digital (digital literacy) guna memastikan transformasi digital yang inklusif tentunya hal ini bukan saja menyangkut seluruh Negara namun diharapkan kepada seluruh Masyarakat serta kepada ASN yang tersebar seluruh penjuru Indonesia. Dari Sabang sampai Merauke tanpa terkecuali.
Peta Jalan Digital Indonesia dan Gerakan Nasional Literasi Digital dalam Semangat Presedensi G20Beberapa poin dari Sherpa Track pada Presidensi G20 Indonesia Tahun 2022 di Working Group (WG) adalah Development, Digital Economy, Energy Transitions dan Education.
Dari beberapa poin diatas sangat dibutuhkan pondasi yang kuat dalam perkembangan edukasi dan ekonomi digital serta transisi energy. Hal tersebut juga sejalan dalam semangat dalam melaksanakan program Peta Jalan Digital merupakan Sinkronisasi dari Program Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD), Hal ini tak dapat kita pungkiri bahwa dibutuhkan upgrade skill.
Menurut (World Economic Forum) atau Forum Ekonomi Dunia. Dibutuhkan revolusi dalam pelatihan kemampuan baru dalam Mempersiapkan 1 (satu) milyar orang untuk masa depan (Reskilling Revolution: Preparing 1 billion people for tomorrow’s economy).
Di tengah Pemerintah saat ini dalam mempercepat transformasi digital. Telah dilakukan terobosan Peta Jalan Digital Indonesia dan Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) melalui Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate bersama jajarannya sejak 2021 lalu.
Hal ini juga merupakan bentuk antisipasi dan adaptasi dalam perkembangan/perubahan teknologi. Apalagi saat Pandemi COVID-19, dan Pesatnya perubahan teknologi sedemikian cepat, Hal ini tentu saja dapat menimbulkan risiko besar bagi mata pencaharian masyarakat. Jangan sampai waktu yang dihabiskan untuk tugas-tugas saat ini di tempat kerja oleh manusia dan mesin akan sama.
Oleh karena itu, investasi mendesak dalam Sumber Daya Manusia (SDM) diperlukan untuk menciptakan kesempatan bersaing secara adil dan profesional, Dengan memastikan orang-orang diberi kesempatan untuk memenuhi potensi mereka dan berkembang. Jangan sampai kita dipaksa berubah oleh teknologi itu sendiri sebelum kita sempat tersadar.
DIprediksi akan ada pertumbuhan dan penurunan permintaan pekerjaan. Namun, jika apalagi program-program pembelajaran yang ketinggalan zaman akan semakin memperburuk ketidaksesuaian keterampilan di masa depan.
Menyikapi hal tersebut, Juga telah dilaksanakan peta jalan Indonesia digital sesuai dengan arahan Kepala Negara, Presiden Joko Widodo untuk mempercepat transformasi digital dengan 4 (empat) fokus utama yakni antara lain; Percepatan infrastruktur untuk memperluas akses masyarakat terhadap internet, Mendorong adopsi teknologi, Peningkatan talenta digital serta Menyelesaikan regulasi pendukung yang bertujuan untuk menyiapkan masyarakat digital.
Multitasking ASN Era MetaverseSemangat Presedensi G20 sangat berkaitan pada kesiapan para insan Aparatur Sipil Negara. Saat ini dibutuhkan Insan Aparatur Negara yang mampu mengerjakan beberapa tugas dalam satu waktu. Bergerak lincah dan dinamis namun tetap terarah dan terukur serta dalam kaidah peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Terlebih sejak digaungkannya era penyetaraan Jabatan oleh Kepala Negara sejak tahun 2020 hingga pada awal tahun 2022 ini meninggalkan cerita dan kenangan.
Bagaimana tidak menjadi kenangan, saat era jabatan struktural dengan beberapa fasilitas yang ada hingga anggaran yang dikelola sendiri, namun karena ‘tsunami perampingan jabatan’ maka segalanya menjadi terhempas dan sirna.
Saat ini Bapak Presiden Joko Widodo telah merampingkan struktur birokrasi kita antara lainnya Menetapkan pejabat struktural diantaranya hanya Pejabat tinggi madya dan pratama , Pejabat Administrator hingga Pengawas pun telah banyak yang telah beralih ke JFT atau Jabatan Fungsional Tertentu melalui skema penyetaraan jabatan atau inpassing. Pemangkasan regulasi yang menghambat pelayanan, Meninggalkan sekat ego sektoral, dan menyederhanakan organisasi yang gemuk sehingga mampu bergerak lebih lincah.Meninggalkan prosedur yang rumit menjadi simpel dan yang lambat menjadi cepat, serta Sumber daya manusia birokrat yang ramping, adaptif, lincah dan unggul.
Meninggalkan zona nyaman ala jaman Feodal serta beradaptasi dengan perubahan, meningkatkan potensi dengan menjadi trendsetter bukan follower.Mau tidak mau, suka tidak suka era saat ini membuka mata dan pikiran kita semua akan jaman yang semakin cepat melesat. Sekarang ini dibutuhkan kerja mandiri, kerja cepat, kerja cerdas, kerja agile, dan kerja terukur dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang ada dalam pekerjaan kita sebagai ASN, sesuai dengan Core Values nilai ASN berAKHLAK yakni Berorientasi Pelayanan, Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, dan Kolaboratif. Ini adalah inti dari nilai-nilai dasar ASN sesuai dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
Jalan Ninja Platform Digital yang Akan Merubah Sudut Pandang KitaDari jaman ditemukannya mesin uap hingga saat ini kita semua telah memasuki era Metaverse, jaman yang merupakan representatif virtual ke dunia nyata. Sejarah Meteverse merupakan istilah yang lahir melalui novel fiksi ilmiah pada 1992 berjudul ‘Snow Crash’ dimana pada kisah novel tersebut menggabungkan antara Meta yakni Menunjukkan atau Menyarankan tentang diri sendiri sementara Verse berarti semesta.
Dan ketika digabung dua kata tersebut diatas mempunyai arti makna Gambaran alam semesta secara virtual yang dapat diakses melaui fitur kecanggihan teknologi VR atau Virtual Reallity.
Realitas Virtual atau realitas maya (VR) adalah teknologi yang dapat membuat para penggunanya dapat melakukan interaksi pada suatu obyek berhubungan dengan lingkungan sekitarnya atau pekerjaan sehari harinya. Hal tersebut diangkat dari hasil simulasi komputer (computer-simulated environment), Suatu keadaan dari lingkungan sungguhan di dunia nyata yang disalin atau keadaan lingkungan fiktif yang hanya ada dalam imajinasi.
Tengoklah beberapa perusahaan transportasi berbasis IT (Informasi tehnologi) dengan kecerdasan Artifisial Intelegensi dengan kecanggihan teknologinya yang sekarang meramaikan pasar dunia, sebut saja Uber, Grab, Shoope Food hingga Gojek.
Belum lagi beberapa aplikasi Dunia Maya dengan kecerdasan AI (Artificial Intelegence) atau Kecerdasan Buatan merupakan salah satu bidang ilmu komputer yang dikhususkan untuk memecahkan masalah kognitif yang umumnya terkait dengan kecerdasan manusia, seperti pembelajaran, pemecahan masalah, dan pengenalan pola.
Kecerdasan ini juga mampu membaca minat hingga kebiasaan pengguna aplikasi berbasis IT. Jangan heran jika anda membuka beberapa aplikasi video, aplikasi jejaring pertemanan hingga aplikasi tiktok maka akan muncul video atau gambar yang mirip konten dengan yang sering kita tonton. Jika tak percaya lihatlah riwayat penulusuran aplikasi yang tadi disebutkan.
Saat ini era virtual reality ke dunia nyata dan seyogyanya pada ASN kita menyikapinya dengan melakukan persiapan dan aksi nyata kedalam tindakan Augmented reality atau realitas sehari hari.
Untuk metaverse dalam pelayanan publik, tanpa memakai VR atau Virtual reality ataupun juga memakainya. Seperti penunjuk arah yang bisa diimplementasikan , diimprovisasi dengan memakai virtual reality meningkatkan layanan publik, seperti mengangkat suatu masalah melalui data virtual.
Kita membutuhkan Experience khusus Manusia, Sama-sama objeknya, sama contoh kasus, sama mempunyai permasalahan maka yang bisa ditambahkan adalah Additional Experience atau Pengalaman tambahan.
Era Revolusi industri 4.0 dan Era Society 5.0 dan Ancaman Serangan SiberSeperti kita ketahui sektor infrastruktur yang menunjang fungsi vital pada suatu negara seperti kesehatan, transportasi, energi, keuangan, komunikasi dan lain sebagainya sudah memanfaatkan teknologi digital sejak kita memasuki revolusi industri 4.0 dan Society 5.0
Pertanyaannya bagaimana cara terbaik menghadapi serangan siber terhadap fungsi fungsi vital tersebut ?
Sampai sejauh manakah perkembangan saat ini terhadap ancaman serangan tersebut? Bagaimanakah langkah antisipasi saat ini pada (Hybride walfare) mengingat serangan siber sebagai ‘ancaman’ non militer sebagaimana goresan karya dari Michael Mazarr; Mastering the Grey Zone: Understanding a Changing Era of Conflict. Adapun salah satu konsep dalam Perang Hibrida ini adalah memakai konsep perang siber yang memanfaatkan jaringan computer (cyber space).
Transformasi ASN Indonesia, dari e-Government hingga Artificial Intelegence dan Metaverse.Saat ini, Platform digital sangat berpengaruh terlebih saat pandemi dengan arus perubahan semakin cepat, Semakin majunya kecerdasan masyarakat serta kecerdasan para pengguna Artifcial Intelegence (AI) , terlebih era 5G dan Metaverse telah mulai jamak di kehidupan nyata.
Bagaimanakah langkah langkah yang tepat untuk bersiap menghadapi Metaverse dalam dunia ASN ini?
Dalam dunia digital jangan kita hanya mendapatkan remah-remahnya saja dari penyedia platform digital tersebut, Upgrade Skill Pertahankan semangat yang berkualitas menuju semakin baik dan berkualitas demi bangsa dan Negara.
Dengan adanya era metaverse atau virtual reality, era ini bukan era operasional tapi era pengalaman untuk pelayanan yang baik. Saatnya memberikan layanan yang terbaik pada Masyarakat.
Dunia metaverse tidak menggantikan dunia nyata, tapi membantu dan efisien apalagi saat bertransformasi ke era society 5.0 dimana komponen utamanya adalah manusia yang mampu menciptakan nilai-nilai baru melalui perkembangan teknologi sehingga dapat meminimalisir adanya kesenjangan pada manusia dan masalah-masalah yang ditimbulkan dikemudian hari.
Terakhir jangan pernah lupakan unsur Law Enforcement dan etika serta moralitas dalam birokrasi kita.