Opini oleh: Hadi Daeng Mapuna (Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar, Pengurus MD KAHMI Kota Makassar)
SULSEL - Persiapan Pemilihan Gubernur Sulawesi Selatan (Pilgub Sulsel) 2024, belakangan ini makin dinamis. Wacana kotak kosong dipastikan tidak akan terjadi pasca Danny Pomanto (Wali Kota Makassar saat ini) menerima surat rekomendasi (B1 KWK) dari DPP PKB, 1 Agustus 2024.
Baca juga:
Pledoi Pawang Hujan Mandalika
|
Sebelumnya, Danny sudah mendapat dukungan dari PPP dan PDIP. Dengan demikian Danny kini mengantongi 22 kursi dari tiga partai, yaitu PPP (8 kursi), PDIP (6 kursi) dan PKB (8 kursi).
Sebelum mendapat dukungan dari PKB, Danny hanya didukung oleh dua parpol dengan 14 kursi, yakni PPP (8 kursi) dan PDIP (6 kursi). Jumlah tersebut belum dapat mengantar Danny mengikuti kontestasi Pilgub Sulsel 2024. Danny masih membutuhkan tiga kursi untuk mencukupkan 17 sebagai syarat dukungan 20 ?ri Parpol pemilik kursi di DPRD Sulsel.
Sementara itu, Andi Sudirman Sulaiman – Fatmawati sudah memastikan 41 kursi dari empat Parpol, yakni NasDem (17 kursi), Gerindra (13 kursi), Demokrat (7 kursi), dan PAN (4 kursi).
Bahkan, kemungkinan Sudirman – Fatma masih akan mendapat dukungan dari partai yang belum menentukan arah dukungannya, Golkar (14 kursi), PKB (8 kursi), PKS (7 kursi) dan Hanura (1 kursi). Itulah sebabnya muncul asumsi bahwa Pilgub Sulsel 2024 hanya akan ada satu pasangan yang akan melawan kotak kosong.
Wacana kotak kosong akhirnya mati suri pasca DPP PKB memutuskan mengusung Danny Pomanto berpasangan dengan Azhar Arsyad, Ketua DPW PKB Sulsel.
Syarat dukungan Danny – Azhar telah cukup untuk menjadi satu pasangan kontestan dalam Pilgub Sulsel 2024. Dengan demikian, setidaknya sudah ada dua pasangan calon yang dipastikan akan berlaga dalam Pilgub nanti.
Kita masih menantikan, apakah akan muncul pasangan ketiga yang didukung oleh Golkar, PKS dan Hanura, ataukah hanya dua pasang karena ketiga parpol yang disebut terakhir bergabung ke pasangan Danny – Azhar atau Sudirman – Fatma.
Keputusan DPP PKB mengusung Danny – Azhar dalam Pilgub Sulsel membawa angin segar bagi kehidupan demokrasi dalam Pilgub Sulsel 2024. Sebab, andai PKB tidak memberikan dukungan kepada Danny, demikian pula Golkar, PKS dan Hanura, maka pupuslah harapan munculnya pasangan yang akan menantang Sudirman – Fatma.
Baca juga:
Pura-Pura Budayawan
|
Itulah sebabnya penulis menyatakan bahwa langkah PKB tersebut patut diapresiasi dan disyukuri. Karena keputusan itu membangkitkan kembali semangat demokrasi yang terancam mati suri dalam Pilgub Sulsel 2024.
Demokrasi vs Kotak Kosong
Berakhirnya wacana kotak kosong dalam Pilgub nanti patut disyukuri. Hal itu karena, sejatinya kontestasi Pemilihan Kepala Daerah (Gubernur, Bupati, atau Walikota) harus memperlihatkan adanya pertarungan visi, misi dan program yang sebenarnya antar calon yang akan dipilih oleh rakyat.
Bukan pertarungan semu, pasangan calon melawan kotak kosong, yang secara logika sederhana seharusnya dimenangkan oleh pasangan calon. Bukan kotak kosong.
Demokrasi macam apa jika rakyat hanya disodorkan satu pasangan calon dan kotak kosong?
Baca juga:
GEN Y-Z, KAHMI dan Agropreneur
|
Jika pemilih memilih kotak kosong dan ternyata yang menang adalah kotak kosong, lalu siapa yang akan dilantik menjadi gubernur dan wakil gubernur. Tentu tidak ada dan Pilgub harus diulang. Ini sungguh-sungguh sebuah perhelatan yang mubazir, yang menghabiskan dana milyaran rupiah sementara hasil yang diharapkan tidak tercapai.
Sebaliknya, jika pasangan calon yang menang, maka legitimasinya akan lemah karena kemenangan yang diperoleh adalah kemenangan semu dari perjuangan semu.
Padahal sejatinya kemenangan itu harus diperoleh dari pertarungan keras melawan kontestan lain dengan cara-cara yang benar, baik secara hukum, moral dan berakhlak. Bukan kemenangan yang diperoleh dengan cara-cara kotor, licik dan tidak bermoral.
Demokrasi seharusnya melahirkan pemimpin yang legitimate (diakui) secara gentle dan diterima karena visi, misi, dan program kerjanya yang pro rakyat.
Kehadirannya membawa harapan terwujudnya kesejahteraan dan kemakmuran bagi rakyat, baik secara materi maupun non materi. Kehadirannya menjadi berkah dan bukan membawa malapetaka bagi rakyat.
Danny vs Andi Sudirman
Jika kita membedah dua figur calon Gubernur Sulsel mendatang, Danny dan Andi Sudirman, maka kita dapat mengatakan bahwa keduanya memiliki potensi membawa Sulsel ke arah yang lebih baik, lebih makmur dan lebih sejahtera. Keduanya adalah putra terbaik Sulsel yang telah memiliki pengalaman dalam memimpin.
Danny sudah berpengalaman memimpin Kota Makassar dua periode. Sebelum menjadi Wali Kota, Danny menjadi Wakil Wali Kota mendampingi Ilham Arief Sirajuddin.
Dengan demikian, Danny dipandang sebagai figur yang mumpuni dalam memimpin sebuah daerah. Meskipun baru memimpin sebuah kota, tetapi kota yang dipimpinnya, yakni Kota Makassar, memiliki tingkat problematika yang tinggi sehingga membutuhkan pemimpin yang memiliki kualitas dan kapabilitas mumpuni.
Dan, Danny berhasil membawa Kota Makassar menjadi Kota Dunia. Menjadi salah satu kota yang dijadikan sebagai role model bagi kota-kota lainnya, bukan hanya kota-kota di Indonesia tetapi juga kota-kota di dunia.
Kesuksesan Danny Pomanto memimpin Kota Makassar diakui oleh Dunia Internasional. Pada tahun 2023 Makassar masuk daftar sebagai kota pintar atau smart city, dan di tahun 2024 ini, Kota Makassar kembali diakui sebagai salah satu kota paling bahagia di dunia (Happy City Indeks 2024). Hal ini selaras dengan visi yang diusung Danny untuk mewujudkan Makassar sebagai kota dunia yang sombere dan smart.
Sementara itu, calon lawan Danny Pomanto, Andi Sudirman Sulaiman, adalah calon petahana Gubernur Sulawesi Selatan, yang dilantik oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 10 Maret 2022.
Sebelumnya, Andi Sudirman adalah Wakil Gubernur Sulsel periode 2018-2023 mendampingin Nurdin Abdullah. Andi Sudirman dilantik menjadi Gubernur Sulsel setelah Nurdin Abdullah dinon aktifkan sebagai Gubernur Sulsel. Andi Sudirman dilantik sebagai gubernur dalam usia 38 tahun dan merupakan gubernur termuda di Indonesia saat itu.
Mengenai pengalaman memimpin, dapat dikatakan Andi Sudirman belum terlalu lama berada di dalam dunia birokrasi. Dengan demikian, pengalamannya di dalam memimpin belum sebanyak Danny Pomanto.
Akan tetapi, meskipun pengalamannya belum banyak, namun wilayah atau kawasan yang dipimpin oleh Andi Sudirman lebih luas dibandingkan dengan wilayah yang dipimpin oleh Danny Pomanto. Tingkat problematikanya tentu berbeda, antara kota dan propinsi.
Membandingkan dua figur ini memang tidak sesederhana membalikkan telapak tangan. Tetapi setidaknya kita memiliki preferensi yang cukup sebelum menentukan pilihan di antara keduanya.
Kita berharap, demokrasi dalam Pilgub Sulsel 2024 dipraktekkan secara paripurna, baik oleh Kontestan, Panitia maupun Rakyat Sulsel seluruhnya.
Dengan demikian kita akan mendapatkan gubernur yang legitimate dan mampu membawa Sulsel menjadi propinsi yang rakyatnya sejahtera, makmur, dan bahagia.
Wallahu a’lam. [via ININews Sulsel*]